إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ (رواه النسائي

"Sebenar-benar perkataan adalah Kitab Alloh (Al-Quran), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru (muhdats), dan setiap perkara yang baru (muhdats) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesasatan tempatnya neraka"

Minggu, 12 Desember 2010

Doa Sebelum Makan Yang Salah Kaprah



PERTANYAAN :

Assalamu'alaikum warahamtullahi wabarakatuh
Ana mau tanya apakah Hadist tentang do'a makan :
Allaahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinna'adzaabannar.
apakah shahih hadistnya ? jazakallahu (Akh.Jafar-Gorontalo)

JAWABAN :

Wa’alaikum salam warahmatullah wabarakatuhu

Doa yang antum tanyakan diriwayatkan oleh Imam Ibn As Sunni dalam kitab beliau ‘Amal Al Yaum wa Al Lailah dengan sanad dan matan berikut :

قال ابن السني حدثني فضل بن سليمان ، ثنا هِشامُ بنُ عمّارٍ ، ثنا مُحمّد بن عِيسى بنِ سُميعٍ ، ثنا مُحمّدِ بنِ أبِي الزُّعيزِعةِ ، عن عَمرِو بنِ شُعيبٍ ، عن أبِيهِ ، عن جده عَبدِ اللهِ بنِ عَمرٍو ، رضي الله عنهما ، عنِ النّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، أنّهُ كان يقُولُ فِي الطّعامِ إِذا قُرِّب إِليهِ : « اللّهُمّ بارِك لنا فِيما رزقتنا ، وقِنا عذاب النّارِ ، بِاسمِ اللهِ »

Ibn As Sunni berkata Fadhl bin Sulaiman menceritakan kepadaku bahwa Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Isa bin Sumai’ menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Abi Zu’aiza’ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya Syua’ib dari kakeknya Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiyallohu anhuma dari Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam adalah beliau membaca pada saat makanan didekatkan ke beliau, “Allahumma Baarik Lanaa Fiimaa Razaqtanaa wa Qinaa ‘Adzaaban Naar, Bismillah” (“Ya Allah berkahilah apa yang Engkau rezkikan kepada kami dan jauhkanlah dari kami siksa neraka, dengan menyebut nama Allah”)

Dalam rangkaian sanad di atas terdapat perowi yang bernama Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah dan dia telah dilemahkan oleh para ulama hadits.

Diantara para ulama yang menerangkan kelemahannya :

1. Imam Bukhari (wafat 256 H) dalam kitabnya At Tarikh Al Kabir (1/88) mengatakan tentang perowi ini, “Haditsnya sangat mungkar dan tidak berhak ditulis”

2. Imam Ibn Abi Hatim Ar Rozi (wafat tahun 327 H) dalam kitabnya ‘Ilal Al Hadits beliau berkata, “Aku bertanya kepada ayahku (Imam Abu Hatim-wafat tahun 277 H) tentang hadits ini lalu beliau menjawab “Hadits ini tidak diperhitungkan; di sanadnya terdapat Ibnu Abi Zu’aizi’ah dan tidak boleh menyibukkan diri dengannya karena haditsnya mungkar” (lihat juga Al Jarh wa At Ta’dil 7/261)

3. Imam Ibnu Hibban Al Busti (wafat 354 H ) dalam kitab beliau Al Majruhin berkata, “Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari perowi-perowi yang terkenal hingga jika riwayat-riwayat tersebut didengarkan oleh para ahli hadits mereka akan tahu bahwa hadits-haditsya terbalik dan tidak boleh berhujjah dengannya”.

4. Imam Abu Nu’aim Al Ashfahani (wafat 430 H) dalam kitabnya Adh Dhu’afa (1/143) berkata, “Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah telah meriwayatkan di wilayah Syam dari Nafi’ dan Ibnu Munkadir hadits-hadits yang mungkar”

5. Al Hafizh Muhammad bin Thohir Al Maqdisi (wafat 507 H) dalam Dzakhiroh Al Huffaz berkata “Muhammad bin Isa bin Suma’i dan Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah adalah dua perowi yang lemah”. Adapun di kitab beliau Ma’rifah At Tadzkiroh dil Ahadits Al Maudhu’ah beliau mengatakan “Ibn Abi Zu’aizi’ah adalah dhoif, haditsnya mungkar, dajjal (pendusta besar) dan tidak berhak dijadikan hujjah”

Kesimpulan :

· Dari penjelasan beberapa ulama Al Jarh wa At Ta’dil di atas diketahui bahwa sanad hadits ini lemah karena Muhammad bin Abi Az Zu’aizi’ah seorang perowi yang kelemahannya tidak ringan disamping Muhammad bin Isa bin Suma’i yang juga dilemahkan oleh Al Hafizh Ibnu Thohir Al Maqdisi.

· Setelah kita mengetahui kelemahan hadits ini maka sepatutnya kita mencukupkan untuk mengamalkan doa yang berasal dari hadits yang shohih pada saat akan makan yaitu ucapan “Bismillah”, berdasarkan banyak riwayat yang shohih diantaranya :

1. Umar bin Abi Salamah menceritakan, Aku dahulu sewaktu kecil di bawah bimbingan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, sewaktu aku makan tanganku bergerak ke seluruh sisi dari piring besar yang kami gunakan, lalu Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda,

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anak kecil, ucapkanlah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat darimu” . Umar bin Abi Salamah berkata sejak saat itu begitulah tata cara ketika aku makan (sesuai dengan perintah Nabi shallallohu alaihi wasallam) (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Aisyah radhiyallohu anha bahwasanya Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

Apabila salah seorang diantara kalian makan maka ucapkanlah nama Allah Ta’ala, jika lupa membacanya pada permulaan makan maka bacalah (saat teringat), ‘Bismillah awwalahu wa aakhirahu’ (Bismillah awal dan akhirnya) [ HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah ]

Sumber : http://www.markazsunnah.com

1 komentar:

  1. as wb....pak ustadh sya mau tanya?
    saat ini sya sering melihat pada saat sholat ada yang suka menggerakkan telunjuk pada duduk tahiyat awal dan akhir.apakah benar seperti itu.dan setelah habis sholat apakah kita yang berjamaah tidak boleh ikut membaca doa bersama,terimakasih wassalam

    BalasHapus

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.